Jumat, 22 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBINEMIA / ICTERUS

KONSEP TEORITIS HIPERBILIRUBINEMIA / ICTERUS

A. PENGERTIAN : 
1. Terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang ditandai dengan adanya joundice or icterus.
2. Keadaan klinis dimana ditemukannya warna kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh pigmen empedu.

B. INSIDENTIL :
1. Biasa ditemukan pada bayi baru lahir    minggu I
2. Kejadian ikterus    60 % bayi cukup bulan & 80 %  kurang bulan
Perhatian utama    ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin  > 5mg/dl dalam 24 jam.
3. Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :

- Proses hemolisis darah
- Infeksi berat
- Ikterus > 1 mgg serta bilirubin diketiak > 1 mgg / dl.

C. ETIOLOGI :
1. Hemolisis akibat inkompatibilitas golongan darah A,B,O atau defisiensi enzim G6PD.
2. Perdarahan tertutup.
3. Inkompatibilitas golongan darah Rh.
4. Infeksi  utama terjadi pada penderita sepsis & gastroenteritis.
5. Hipoksia / anoksia.
6. Dehidrasi.
7. Asidosis.
8. Polisitemia.
9. Physiologik ( perkembangan ) / faktor prematur 
10. Menyusui / ASI.
11. Kelebihan produksi bilirubin (seperti penyakit hemolytik, kerusakan biochemikal).
12. Gangguan kapasitas sekresi konyungasi bilirubin dalam hati (seperti : defisiensi Enzyme, Obisitas, duktus empedu).
13. Beberapa penyakit (seperti : hypotiroidism, galaktosemia, diabetes ibu / bayi).
14. Faktor genetik.

D. PATHOFISIOLOGI :

Destruksi Sel Darah Merah


Protein plasma Bilirubin Hemoglobin


Akumulasi Globin Heme
Kejaringan

Joundice Iron - Unkonyugasi bilirubin 
- Glukoronic acid
Konyugasi dari hati  enzim glucoronil transferase
Konyugasi bilirubin
Glukoronicle

Empedu

Ekskresi Penyuatuan bilirubin, urobilinogen & sterkobilin

Bilirubin Urobilinogen
menurun menurun Ekresi (warna) pada feses
dalam feses dalam urine dan urine.


E. PENATALAKSANAAN
Tujuan  Utama : Mengendalikan kadar billirubin serum tidak mencapai nilai  kernikterus/ensefalopati biliaris.
Dengan cara merangsang terbentuk glukoronil transferase  pemberian obat luminal.

Untuk menghambat metabolisme billirubin:
- Pemberian substrat.
- Pemberian kolesteramin (mengurangi sirkulasi enterohepatik).

F. ASUHAN KEPERAWATAN. 
PENGKAJIAN
Observasi tanda-tanda joundice secara teratur.
Joundice dipastikan dengan observasi warna kulit bayi head to toe, warna sklera dan membran mukosa.
Tekanan langsung pada kulit  terutama pada tulang yang menonjol seperti pada tulang hidung/sternum.
Untuk kulit bayi yang hitam  warna sklera, konjungtiva dan mukosa oral.
Observasi sebaiknya dilakukan pada siang hari  warna natural.

KULIT
TANDA-TANDA JOUNDICE TAMPAK SEBELUM USIA BAYI:
Ukuran billirubin transcutaneus  untuk screening dan mendeteksi joundice pada neonatus secara lengkap.
Phototerapi dapat mengurangi joundice.
Sampel darah (lab).
Riwayat kesehatan masa lampau dari orang tua/saudara kandung bayi (hyperbillirubinemia).
Adat istiadat dari orang tua/keluarga.
Karakteristik dari bayi seperti: BB yang berlebihan dan usia gestasi.
Pemberian dan frekuensi minum.

TUJUAN PRINSIP DARI TINDAKAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN HYPERBILLIRUBINEMIA DAN KELUARGA:
Bayi akan mendapatkan terapi yang tepat untuk menurunkan serum billirubin.
Bayi akan mengalami terapi yang tidak menimbulkan komplikasi.
Keluarga akan mendapatkan support emotional.
Keluarga dapat melakukan phototerapi di rumah (jika diperbolehkan).

TERAPI SINAR
Teori Terbaru  Terapi sinar
Isomerisasi Billirubin :
- mengubah senyawa 4Z, 15Z-billirubin  senyawa bentuk 4Z, 15E Billirubin (merupakan bentuk isomer)  mudah larut dalam plasma, mudah diekskresi oleh hati  empedu. Cairan empedi  usus  peristaltik usus meningkat  billirubin keluar.
Terapi sinar tidak efektif bila terjadi gangguan peristaltik, seperti : obstruklsi usus/bayi dengan enteritis.
Terapi sinar dilakukan pada bayi dengan kadar billirubin indirek > 10 mg/dl dan bayi denga proses hemolisis  ditandai dengan ikterus pada hari I.
Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah transfusi tukar.
Terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon, paralel. Dipasang dalam kotak yang berventilasi, energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), dengan jarak  50 cm. Dibagian bawah kotak lampu dipasang fleksiglas biru (untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran).
Saat penyinaran  usahakan bagian tubuh terpapar seluas-luasnya, posisi bayi diubah setiap 1 – 2 jam (menyeluruh).
Kedua mata dan gonad bayi ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya.
Kadar billirubin dan Hb bayi dipantau secara berkala.
Dihentikan bila kadar billirubin < 10 mg/dl.
Lamanya penyinaran biasa/tidak > 100 jam.
Penghentian/peninjauan kembali dilakukan bila ditemukan efek samping :
Enteritis.
Hypertermi.
Dehidrasi.
Kelainan kulit (ruam).
Gangguan minum.
Letargi.
Iritabilitas.

TRANSFUSI TUKAR
TUJUAN
Menghindari terjadinya ensefalopati biliaris  billirubin indirek  sawar darah otak.
Mengganti eritrosit yang telah terhemolisis.
Membuang antibodi yang menimbulkan hemolisis.

DILAKUKAN BILA:
Kadar billirubin indirek > 20 mg/dl.
Kadar billirubin tali pusat > 4 mg/dl.
Kadar Hb < 10 g/dl.
Bila terjadi peningkatan billirubin yang cepat 1 mg/dl tiap jam.
Transfusi darah dipertimbangkan bila pada bayi menderita :
Asfiksia.
Sindrom gawat nafas.
Asidosis metabolik.
Kelainan SSP.
BB < 1500 gram.

Billirubin mudah melalui sawar darah otak

Bila billirubin disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh  menggunakan golongan darah O Rh (-).
Pada inkompatabilitas golongan darah ABO darah yang dipakai golongan darah “O” Rh (+).
Jika tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi  golongan darah sama dengan bayi.
Jika tidak memungkinkan golongan darah “O” yang kompatibel dengan serum ibu.
Jika tidak ada, golongan darah ‘O’ dengan titer A atau anti B < 1/256.
Jumlah darah yang dipakai antara 140 – 180 ml/kg BB.
Transfusi sebaknya melalui pembuluh darah umbilikus.
Alat-alat yang dipersiapkan:
o Kateter tali pusat.
o Larutan NaCl – Heparin (4000 U Heparin dalam 500 ml cairan NaCl)  untuk mencegah terjadinya infeksi dan timbulnya bekuan darah.
o Kran 3 cabang dan jarum.


PENATALAKSANAANNYA
Terlebih dahulu mengambil 10 – 20 ml darah bayi  dikirim ke Lab untuk pemeriksaan serologik, biakan, G6PD dan Billirubin.
Transfusi dilakukan dengan menyuntikkan darah secara perlahan sejumlah darah yang dikeluarkan.
Dilakukan bergantian  pengeluaran dan penyuntikkan sebanyak 10 – 20 ml setiap kali  untuk menghindari bekuan darah dan hypoxemia.
Setiap 100 ml transfusi dilakukan pembilasan dengan larutan Na.Cl heparin & pemberian 1 ml kalsium glukomat.
Transfusi tukar dapat dilakukan berulang jika bilirubin indirek pasca tranfusi > 20 mg / dl.

Perhatikan kemungkinan komplikasi transfusi tukar seperti  :
Asidosis.
Bradikardi.
Aritmia.
Henti jantung.

Komplikasi pasca transfusi :
Hiperkalemia.
Hipernatremia.
Hipoglikemia.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL :
1. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototherapy imaturity hati & kerusakan produksi sel darah merah.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan jaudice, diare.
3. Perubahan temperatur tubuh berhubungan dengan usia, efek phototherapy.
4. Gangguan thermoregulasi tubuh berhubungan dengan immaturitas sistem thermoregulasi.
5. Perubahan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake cairan inadekuat, efek phototherapy ditandai dengan terjadinya diare.


INTERVENSI, IMPLEMENTASI KEPERAWATAN :
1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan kerusakan produksi Sel Darah Merah (lebih banyak dari normal) & immaturity hati & efek phototherapy.
Tujuan : Akan mendapatkantherapi yang tepat untuk mempercepat ekskresi bilirubin
Kriteria Hasil : 1. Bayi dapat minum segera setelah lahir.
2. Bayi terlindung dari sumber cahaya ( jika ditentukan ).
Intervensi : 
1. Anjurkan pada ibu untuk segera memberikan ASI segera setelah lahir.
Rasional : Untuk meningkatkan ekskresi bilirubin melalui feses.
2. Kaji kulit untuk mengetahui tanda joundice.
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan kadar bilirubin.
3. Chek kadar bilirubin dengan bilirubinometry transcutaneous.
Rasional : Untuk menetapkan peningkatan kadar bilirubin.
4. Catat waktu / awal terjadinya joundice.
Rasional : Untuk membedakan joundice phisiologik (tampak setelah 24 jam) dengan Joundice yg disebabkan oleh penyakit hemolytic/yg lain (tampak sebelum 24 jam).
5. Kaji status kesehatan bayi secara keseluruhan, terutama beberapa faktor (hypoxia, hypothermia, hypoglikemi & metebolik asidosis).
Rasional : Hal tersebut akan meningkatkan resiko kerusakan otak dari hyperbilirubinemia.

Tujuan : Tidak mengalami komplikasi dari phototherapy.
Kriteria Hasil : Pada bayi tidak memperlihatkan tanda-tanda iritasi mata, dehidrasi, ketidak stabilan temperatur, atau kerusakan kulit.
Intervensi  :
1. Melindungi kedua mata bayi.
Buat penutup mata khusus untuk melindungi mata bayi.
Rasional : Mencegah iritasi kornea.
Chek mata bayi setiap shift untuk drainage (kekeringan mata) atau iritasi pada mata.
2. Letakakn bayi (telanjang) dibawah lampu.
Rasional : Agar pencahayaan maximum pada kulit.
3. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin ( 1 – 2 jam ).
Rasional : Memperluas pencahayaan pada permukaan tubuh.
4. Monitor temperatur tubuh (axilla).
Rasional : Untuk mendeteksi terjadinya hypothermi / hyperthermi.
5. Rencanakan lamanya therapi, type pencahayaan, jarak lampu dengan bayi, pembuka / penutup tempat tidur & pelindung mata bayi.
Rasional : Dokumen yang tepat dari phototherapi.
6. Dengan bertambah seringnya bab, bersihkan daerah perianal.
Rasional : Untuk mencegah iritasi perianal.
7. Pastikan intake cairan adequt.
Rasional : Untuk mencegah dehydrasi.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.D (1997), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th. Edition, Lippincott, Philadelpia, New York.

Kozier Barbara et.al (1995), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5 th  Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York.

Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book, Philadelpia.

Whaley and Wong (1996), Nursing Care of  Infants and Children, 5 th  Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.

Photobucket