ATROFI
A. Atrofi
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenchym yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil.
Macam - macam atrofi :
1. Atrofi fisiologis : alat tubuh yang dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau kehidupan . mis: pengecilan kelenjar thymus, ductus omphalomesentricus , ductus thyroglossus.
2. Atrofi Senilis : mengecilnya alat tubuh pada orang yang sudah berusia lanjut (aging process).
3. Atrofi setempat (local atrophy) : atrofi setempat akibat keadaan-keadaan tertentu.
4. Atrofi inaktifitas (Disuse atrophy) : atropi yang terjadi akibat in aktifitas otot-otot yang mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Mis. pada kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti pada poliomyelitis (atrophy neurotrofik).
5. Atrofi Desakan (pressure atrophy) : yang terjadi karena desakan yang terus-menerus atau desakan untuk wakru yang lama dan mengenai suatu alat tubuh atau jaringan mis:
• Atrofi desakan fisiologis : pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh (pada anak-anak).
• Atrofi desakan patologis : pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal akibat syphilis. Akibat desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
6. Atrofi Endrokin : terjadi pada alat tubuh yang aktifitasnya bergantung pada rangsang hormon.
Pada sumber lain dikatakan bahwa berdasarkan penyebabnya, atrofi dibagi atas :
1. Atrofi Neurogen : akibat dari kelumpuhan saraf mis. pada orang yang lumpuh.
2. Atrofi Vaskuler : akibat dari gangguan sirkulasi darah, mis. pengecilan otak karena arteriosklerosis, pada usia lanjut.
3. Disuse Atrofi : akibat dari tidak dipergunakan dalam waktu yang lama, mis. pada orangsakit yang harus berbaring lama di tempat tidur.
4. Atrofi Endokrin : akibat dari pengaruh hormon, mis. pengecilan payudara pada wanita lanjut karena produksi hormon yang berkurang.
B. Perbedaan antara atrofi dan hipoplasia
Hipoplasia adalah organ tubuh yang berukuran kecil dan tidak pernah mencapai ukuran yang normal, karena ada gangguan didalam perkembangannya. Misalnya orang China, di mana sejak kecil mereka sudah dibiasakan menggunakan sepatu besi, sehingga kaki mereka kecil tidak pernah mencapai ukuran yang normal.
Jelaslah bahwa antara atrofi (seperti yang sudah dijelaskan terdahulu) dan hipoplasia terdapat perbedaan, di mana pada atrofi pengecilan jaringan tubuh terjadi karena pengecilan sel-sel parenkhim setelah jaringan tubuh tersebut mencapai ukuran normal. Sedangkan pada hipoplasia pengecilan terjadi karena gangguan didalam perkembangannya sehingga tidak pernah mencapai ukuran normal.
C. Gangren
Gangren adalah keadaan yang berawal dari infeksi bakteri yang mengakibatkan iskemik (gangguan sirkulasi) karena bakteri saprofit sehingga jaringan mengalami nekrosa koagulatifa .
Tanda dan gejalanya didasarkan pada jenisnya.
Gangren Kering :
• Daerah nekrotik kering dan hitam
• Batasnya jelas
• Sering terjadi di ekstremitas
• Tempat-tempat yang mudah terjadi penguapan
• Penyempitan lumen-lumen arteri
Gangren Basah :
• Jaringan nekrotik mencair, bengkak dan berwarna hitam kemerahan.
• Disertai dengan infeksi bakteri yang menghasilkan gas berbau busuk.
• Sering pada komplikasi DM, dan terjadi pada alat-alat tubuh yang banyak mengandung cairan karena obstruksi vena dan tempat yang tidak memungkinkan terjadinya penguapan, misalnya pada lambung, paru-paru, tungkai bawah ada obstruksi vena.
D. Nekrosis jaringan pada pasien TBC
Nekrosis jaringan yang ditemukan pada penderita TBC dikenal dengan nama nekrosis kaseosa (Nekrosis Perkijuan).
Infeksi bakteri TBC dapat menimbulkan sarang-sarang nekrosis dengan membentuk suatu masa yang rapuh, berbutir, berlemak, putihkuning seperti keju.
Mikroskopik :
Nampak sebagai masa eosinofilik amorf, tanpa sisa struktur sama sekali.Tempat implantasi basil tuberkel yang paling sering adalah di permukaan alveolar dari parenkhim paru-paru bagian bawah lobus atas atau bagian atas lobus bawah. Reaksi yang ditimbulkan berupa peradangan yang dapat sembuh atau peradangan berlanjut. Peradangan lanjut menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional yang dapat memanjang sehingga membentuk sel tuberkel epitheloid dan terjadi nekrosis bagian sentral lesi yang mengakibatkan terbentuknya suatu bentuk yang relatif padat seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa disertai dengan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epitheloid dan fibroblas yang akan menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis yaitu pencairan menuju ke bronchus dan akan menimbulkan rongga, masuk ke percabangan tracheobronchial dan dapat terbawa ke paru-paru bagian lain, laryng, telinga tengah, dan usus.
E. Icterus Neonatorum
Pada dasarnya icterus dapat terjadi baik secara fisiologis maupun secara patologis. Icterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke 2 atau ke 3 kelahiran yang tidak mempunyai dasar patologis, kadar billirubinnya tidak melampaui kadar membahayakan serta tidak menyebabkan kesakitan pada bayi. Sedangkan ikterus patologis mempunyai dasar patologis atau kadar billirubinnya mempunyai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Jenis Ikterus :
• Ikterus Hemolitik: Ditemukan pada penyakit yang disertai hemolisis eritrosit, misalnya anemi hemolitik didapat, sferositosis heriter,sickle cell anemia, malaria, thalasemia, bakteremia, dan lain-lain.
• Ikterus Hepatoseluler : Ditemukan pada penyakit yang disertai kerusakan hati, misalnya hepatitis virus, penyakit Weill, keracunan, dll.
Ikterus Obstruktif : Biasanya disebabkan oleh batu, radang, neoplasma.
Selain yang sudah disebutkan diatas masih ada satu jenis ikterus yang digolongkan kedalam ikterus non hemolitik (nonhemolytic jaundice). Yang termasuk dalam kelompok jenis ini adalah ikterus fisiologik pada nonatus terutama pada prematuritas, sindrom Lucey-Driscoll, penyakit Gilbert, dll. Jadi jelaslah bahwa ikterus neonatorum digolongkan sebagai ikterus fisiologik dalam jenis nonhemolytic.
Mekanisme terjadinya meliputi :
• Peningkatan normal destruksi eritrosit yang menyebabkan produksi bilirubin meningkat.
• Kemungkinan penurunan pengambilan bilirubin oleh sel-sel hepar karena kadar Y & Z anion protein yang rendah.
• Penurunan kecepatan konyugasi bilirubin di hati.
• Penurunan konversi bilirubin menjadi urobilinogen oleh bakteri dalam usus yang akan menyebabkan reabsorbsi bilirubin yang diekskresi lebih banyak (sirkulasi enterohepatik).
Kemungkinan Penyebab
Ikterus timbul pada 24 jam pertama:
• Ketidak-cocokan darah rhesus, ABO atau lainnya.
Infeksi.
Ikterus timbul pada 24 - 72 jam :
• Umumnya ikterus fisiologis.
• Polisitemia
• Hemolisis dari perdarahan tertutup
• Hipoksia
• Dehidrasi asidosis
Ikterus timbul pada > 72 jam sampai akhir minggu I :
• Umumnya infeksi
• Dehidrasi asidosis
• Pengaruh obat-obatan
• Sindroma Criggler-Najjar
kterus timbul pada satu minggu atau lebih :
• Umumnya karena obstruksi
• Hipotiroid
• Breast milk jaundice
• Infeksi
• Hepatitis neonatal
• Galaktosemia
Penanganan
• Periksa kadar bilirubin
• K/P periksa inkompabilitas ABO
1. antagonis Rh
2. test combs
3. darah tepi
• Bayi ditelanjangi
• Mata ditutup dengan kain yang tidak tembus cahaya untuk menghindari kerusakan retina.
• Posisi bayi diubah-ubah; telentang, miring, tengkurap tiap 6 jam bila mungkin (untuk penyinaran yang merata).
• Bayi dengan IVFD, cukup dalam 2 posisi.
• Temperatur badan dipertahankan 36,5 - 37 derajat C.
• Pemasukan cairan diperhatikan sehingga tidak terjadi dehidrasi, bila perlu jumlah ditambah.
• Mata dibuka dan diperiksa di luar cahaya foto terapi (mis. waktu minum).
• Periksa kadar Hb.
• Cek bilirubin tiap 1 - 2 hari selama 3 hari sesudah foto terapi. Lama penyinaran 100 jam.(bila bilirubin serum sudah mencapai 7,5 mg % foto terapi dihentikan).
F. Kasus
Kelainan pada otot penderita merupakan pertanda “Disuse Atrofi” dimana terjadi pengecilan dari jaringan otot yang telah mencapai normal akibat dari tidak digunakan dalam waktu lama. Sedangkan kelainan pada kulit merupakan pertanda adanya terputus perbekalan suplai darah yang tertekan dalam waktu yang lama, sehingga daerah yang terkena menjadi padat/pucat dikelilingi oleh daerah yang Hemorhagik. Nekrosisi ini termasuk Nekrosis Koagulativa (coagulation necrosis).
Upaya preventif kelainan pada otot :
• Dilakukan latihan peregangan otot dan sendi (range of mation) secara teratur baik pasif maupun aktif. berikan penyangga untuk mencegah kontraktur pada telapak kaki, tungkai dan langan.
• Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
Upaya preventif pada kelainan kulit:
• Dilakukan massage pada daerah yang tertekan untuk membantu memperbaiki sirkulasinya dan berikan minyak pelumas/cream.
• Personal hygiene terutama pada daerah kulit yang tertekan harus diperhatikan.
• Merubah posisi tidur secara teratur tiap dua jam sekali.
• Diberikan cicin penyangga anti dikubitus pada kedua tumit, bantal angin pada bokong.
• Perhatikan intake nutrisi yang adekuat.
Prediksi atas pemulihan vitalitas fungsional organ terkait pada penderita :
Bila terapi dan perawatan dilakukan dengan baik maka kemungkinan komplikasi yang timbul dapat dihindari. Komplikasi tersebut antara lain : pneumonia, decubitus, atrofi otot, kontraktur, dll.
Imformasi tambahan yang ingin didapatkan untuk dasar pengelolaan lebih lanjut adalah :
• Data-data laboratorium lengkap (yang menunjang) baik urine, darah.
• Foto rongen
• EMG
Manfaatnya untuk mengetahui kondisi-kondisi organ vital pasien dengan seksama sebagai acuan dalam pelaksanaan terapi dan perawatan pasien lebih lanjut.
G. Penentuan waktu/jam kematian pada kasus
Kasus :
Ditemukan mayat dengan tanda-tanda :
• Tidak ada tanda luka atau kekerasan
• Ditemukan warna merah tua dipunggung
• Anggota badan lemas
• Di daerah perut kanan tampak warna hijau kebiruan
Dalam kasus diatas kita harus mengenal tanda-tanda perubahan-perubahan yang terjadi pada kematian (perubahan post morten). Seorang dikatakan mati apabila jantung tidak berdenyut lagi dan pernafasan juga terhenti. Namun pada akhir-akhir ini dengan kemajuan tehnologi seperti dalam transplantasi berbagai alat tubuh, timbul pertentangan pendapat mengenai saat yang tepat seseorang dapat dinyatakan mati.
Perubahan-perubahan yang terjadi post morten :
1. Algor Mortis : Perubahan suhu badan sehungga suhu badan kurang lebih sama dengan suhu lingkungan . Disebabkan karena metabolisme yang terhenti.
2. Rigor Mortis : Sesudah dua sampai tiga jam akan terjadi kaku mayat akibat terjadi kaku otot karena aglutinasi dan presipitasi protein pada otot. Kaku Mayat biasa menetap 2 - 3 hari dan keudian menghilang (melemas).
3. Liver Mortis : Perubahan warna yang terjadi karena sel-sel darah mengalami hemolisis dan darah turun ke tempat yang lebih rendah (bagian bawah) sehingga mengakibatkan lebam-lebam mayat pada bagian-bagian tersebut.
4. Pembekuan Darah : Terjadi setelah penderita meninggal. Bekuan darah yang terjadi setelah orang meninggal disebut Post Mortem Clot, warnanya merah, elastik/seperti agar-agar (Colour Clot). Bila bekuan darah terbentuknya lambat, maka bekuan darah napak berlapis-lapis, sel darah merah karena lebih berat menjadi lapisan terbawah.
5. Pembusukan (Putrefation) dan autolisis : Jaringan mengalami autodigestion akibat pengaruh fermen-fermen pada tubuh. Pada jaringan tertentu seperti pada mukosa lambung, kandung empedu, autolisis cepat terjadi. Pada umumnya makin tinggi diferensiasi jaringan makin cepat autolisis dibandingkan dengan jaringan penyokong. Pembusukan terjadi akibat masuknya kuman saprofitik. Biasanya kuman ini berasal dari usus. Akibat pembentukan gas H2Z maka jaringan sekitar usus tampak kehijauan.
Pada kasus di atas, berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa mayat tersebut saat ditemukan sudah meninggal lebih dari tiga hari. Hal ini dapat dibuktikan oleh adanya data “mayat sudah dalam kondisi lemas”.
II. PATOGENESIS PENYAKIT DEFISIENSI PROTEIN, KARBOHIDRAT, DAN VITAMIN A.
a. Defisiensi Protein dan Karbohidrat
Defisiensi protein dan karbohidrat dapat mengakibatkan marasmus dan kwashiorkor.
Pada Marasmus :
• Terjadi katabolisme otot dan lemak untuk memlihara metabolisme sehingga pasien nampak hanya kulit pembalut tulang (nampak sangat kurus).
• Albumin serum masih normal maka tidak terjadi oedema.
• Enzim usus normal maka masih dapat mengabsorbsi makanan, sehingga pengobatan relatif lebih mudah.
Pada Kwashiorkor :
• Defisiensi protein kalori terjadi lebih berat.
• Albumin serum menurun sehingga terjadi oedema dan asites.
• Sintesis enzim menurun menyebabkan filli usus atropi sehingga absorbsi makanan sukar.
• Metabolisme terganggu sehingga timbul somnolen, apatis, lesu.
• Terjadi perlemakan hati.
b. Defisiensi Vitamin A
Fungsi fisiologis
Vitamin A mempunyai fungsi penting dalam sejumlah jaringan tubuh manusia. Meliputi adaptasi penglihatan gelap dan terang. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa vitamin mempunyai fungsi lain yang mempengaruhi integritas jaringan kulit, pertumbuhan dan fungsi reproduksi.
Penglihatan
Kemampuan mata untuk beradaptasi terhadap perubahaan cahaya tergantung pada adanya pigmen yang sensitif terhadap cahaya, rhodopsin pada sel batang di retina.
Substansi pembentuk retinal bercampur engan protein opsin membentuk pigmen penglihatan rhodopsin.
Ketika cahaya mengenai retina, rhodopsin terpecah menjadi 2 bagian, opsin dan retinal. Dalam kegelapan komponen-komponen ini bercampur kembali membentuk rhodopsin. Pada keadaan norrmal tersedia lebih dari cukup dalam lapisan pigmen. Disamping sel batang dan sel kerucut untuk penyesuaian yang konstan terhadap berbagai cahaya.
Tetapi bila tubuh kekurang vitamin A, ada sedikit retinal yang mampu membentuk visual purple (rhodopsin).Sel batang dan kerucut menjadi lebih sensitif terhadap perubahaan cahaya, hal ini dapat menyebabkan buta senja.
Kondisi ini dapat disembuhkan dalam waktu setengah jam atau dengan pemberian suntikan vitamin A (retinol) yang siap diubah menjadi retinal dan selanjutnya dapat menjadi rhodopsin.
Sel klerucut pada retinal mengandung pigmen lain ; visual violet yang mempengaruhi penglihatan terhadap warna dan kemampuan untuk melihat dalam cahaya yang terang. Vitamin A juga dibutuhkan sebagai komponen dalam pigmen, tetapi tidak ada fakta yang mendukung bahwa vitamin A dapat menyembuhkan buta senja.
Jaringan Epitel.
Vitamin A mempunyai peranan penting dalam menunjang dan mempertahankan kesehatan, fungsi jaringan epitel yang membentuk pertahanan tubuh primer terhadap infeksi. Jaringan epitel tidak hanya meliputi kulit, tetapi juga meliputi mukosa membran mata, rongga mata, saluran pencernaan dan saluran perkemihan. Fungsi fisiologi Vitamin A dalam mempertahankan integritas jaringan epitel menjadi dasar penelitian yang berhubungan dengan vitamin A ; retenoids dan karotin menjadi awal kanker jaringan epitel. Tampa vitamin A sel-sel menjadi kering, kehitaman secara perlahan mengeras membentuk keratin, prosesnya disebut keratinisasi. Keratin adalah protein yang membentuk jaringan kera dan kering seperti kuku dan rambut. Bila tubuh kekurangan Vitamin a banyak jaringan epitel mengalami keratinisasi.
1. Mata; Kornea menjadi kering dan mengeras, keadaan ini disebut Xeropthalmia. Pada kekurangan vitamin A yang ekstrim akan mempercepat kebutaan. Saluran air mata kering yang menghilangkan fungsi sebagai pembersih dan pelumas yang memungkinkan infeksi mudah terjadi.
2. Saluran Pernafasan; Epitel rambut di rongga hidung menjadi kering, rambut/bulu-bulu menjadi rontok. Pertahanan untuk mencegah masuknya infeksi menjadi kurang. Kelenjar ludah kering dan mulut menjadi kering dan pecah-pecah dan memudahkan organisme masuk.
3. Saluran Pencernaan; Fungsi secresi mukosa membran berkurang, dan jaringan menjadi lepas yang mempengaruhi pencernaan dan absorbsi.
4. Saluran Perkemihan; Jaringan epitelnya rusak timbul masalah-masalah seperti infeksi saluran perkemihan, batu saluran kemih, dan inveksi vagina yang menjadi hal umum.
5. Kulit; Menjadi kering dan bersisik, pustula-pustula kecil/besar, hiperpigmentasi, erupsi papila mungkin terjadi disekitar folikel rambut, keadaan ini disebut hiperkeratosis folliculer.
6. Pembentukan Gigi; Hanya sel-sel epitel tertentu disekitar gigi anak yang tertanam dalam gusi yang masih mudah akan membentuk menjadi organ yang istimewa yang disebut ameloblas. Organ tersebut membentuk email tempat tumbuhnya gigi. Masing-masing sel mengeluarkan produksi dan timbunan substansi pembentuk email yang ahirnya membentuk gigi
Pertumbuhan
Telah diobservasi bahwa defisiensi Vitamin A berhubungan dengan keterlambatan pertumbuhan, tetapi bagaimana mekanisme tersebut belum jelas. Defisiensi biasanya melibatkan banyak faktor, oleh karenanya sulit memisahkan pengaruh spesifik dari nutrisi ini. Untuk alasan tersebut banyak penelitian mangenai vitamin A pada pertumbuhan dilakukan pada hewan-hewan dimana fariabel-fariabelnya dapat dikontrol. kontribusi vitamin A memegang peran yang esensial dalam pertumbuhan tulang dan jaringan lunak, kemungkinannya terjadi melalui efek sintesis protein, mitosis atau stabilitas membran sel.
Reproduksi
Bahan pembentuk retina kecuali asam retinoid dibutuhkan untuk menunjang fungsi normal sistim reproduksi baik pada pria/wanita. Tes pada pemberian makanan binatang, hanya asam retinoid sebagai sumber vitamin A; Kekurangan retinol dan retinoid menyebabkan sterilitas, degenerasi testikuler pada pria, dan absorbsi atau kelainan pembentukan janin pada wanita. Tindakan preventif terhadap timbulnya defisiensi protein karbohidrat dan vitamin A adalah :
• Intake nitrisi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan .
• Pemberian Vitamin A dosis tinggi pada balita enam bulan sekali